Terbang Sendirian di Awan

Saya masih mengingat penerbangan pertama saya di Aviator—bukan dengan adrenalin, tapi dengan tangan yang gemetar. Saya pasang taruhan $5, menonton pesawat naik selama tiga puluh menit, lalu kalah. Lagi. Dan lagi. Ayahku, seorang insinyur yang merakit pesawat dari sisa rangkaian Karibia, pernah berkata: ‘Langit tak peduli jika Anda menang.’ Ibu saya, seorang penyair yang menulis puisi dengan tinta tengah malam, berbisik: ‘Penerbangan tak diukur dalam dolar—tapi dalam napas.’ Aviator’s RTP 97% bukan sihir. Itu kejujuran. RNG tidak berbohong. Multiplier tidak menjanjikan kemuliaan—ia hanya tunjukkan seberapa tinggi saya bisa naik sebelum jatuh. Saya berhenti mengejar tren. Saya berhenti membaca ‘trik Aviator Hindi’ pukul 2 pagi.

Sebaliknya, saya mulai mendengar.

Ketika pesawat melintas melewati 10x—ketika awan berubah menjadi emas—Ia merasakan: bukan kemenangan, tapi kehadiran.

Saya mulai menulis ‘Buku Harian Udara’ sendiri—catatan tentang waktu, simpanan, dan kepergian tenang.

Ini bukan permainan untuk pemenang. Ini untuk mereka yang masih percaya langit mengingat namanya—bahkan ketika tak ada yang menyaksikan.